Kurikulum Lingkungan Hidup: Solusi Krisis Perubahan Iklim
Saat
ini, Covid-19 bukan menjadi satu-satunya masalah genting yang memengaruhi
berbagai aspek dalam kehidupan. Perubahan iklim juga mengambil peranan penting
dalam memengaruhi berbagai aspek, salah satunya dalam perekonomian global. Hal
ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi
(Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan pada saat memberikan pidato kunci (keynote
speech) pada Mandiri Investment Forum 2022 secara daring (online), Rabu (9/2).
“Varian Omicron tak
menjadi satu-satunya sumber ketidakpastian di 2022. Kami juga menyadari bahwa
ancaman perubahan iklim semakin nyata,” ujar Luhut seperti dikutip dari
Katadata.co.id. pada (08/02/2022).
Berdasarkan
penelitan oleh Russo S,.Dosio A, dkk dalam Journal of Geophysical Reasearch
Atmospheres, antara tahun 2020 dan 2052,
Indonesia diprediksi akan mengalami lebih dari tiga kali gelombang panas
ekstrem. Gelombang panas yang ekstrem
akan memicu terjadinya kebakaran hutan.
Berdasarkan
laporan tersebut, pada tahun 2070 hingga 2100, diprediksi curah hujan akan
berkurang 12 persen dan suhu akan naik 4 derajat celcius di Kalimantan Timur
dan Sumatera dalam skenario emisi tinggi. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
kebakaran ekstrem di Kalimantan dan Sumatera.
Kebakaran
hutan menimbulkan potensi bencana lain, yaitu kekeringan, Pada tahun 2071
hingga 2100, Kalimantan Selatan dan Sumatera utara diprediksi akan mengalami
kekeringan sebesar 20-30 persen. Sementara itu, Jawa dan Sumatera selatan akan
mengalami kekeringan sebesar 30-40 persen.
Tidak hanya itu, potensi bencana lainnya akibat
perbuahan iklim adalah banjir. Selama tahun 1990 hingga 2013, bencana banjir
telah merugikan Indonesia sekitar 5,5 miliar US Dolar. Pada 2030, bencana
banjir akibat perubahan iklim diperkirakan akan merugikan ekonomi Indonesia
sebesar 91 persen.
Menilik
kompleksnya ancaman dari perubahan iklim, berbagai upaya dilakukan untuk
menanggulangi masalah tersebut. Sekolompok anak muda yang tergabung dalam
Koalisi Climate Education Now membuat petisi yang meminta Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengintegrasikan ‘Pendidikan Iklim’ di
kurikulum pendidikan Indonesia. Saat ini, petisi tersebut telah disetujui oleh 15.000
orang di website change.org
Dua puluh tiga inisiator #ClimateEducationNow ini meyakini bahwa masa
depan yang berkelanjutan dapat dibangun melalui pendidikan. Pendidikan menjadi
acuan bagi generasi muda untuk bertindak dan beradaptasi dengan kehiduapan yang
ramah lingkungan di masa depan. Menurut
mereka, generasi muda lah yang akan paling terdampak masalah perubahan iklim.
Untuk itu, generasi muda harus memahami bagaimana dampak dan solusi dari
permasalahan tersebut.
Dalam
petisinya, koalisi menuntut Kemendikbud
Ristek dan Kemenag lima poin yang harus ada dalam kurikulum yaitu, pertama, mengintegrasikan
pendidikan iklim ke dalam nilai-nilai inti dari setiap kurikulum dan
mengharuskan siswa harus belajar tentang aspek ilmiah, sosial dan etika dari
krisis iklim. Kedua, menyediakan Pendidikan iklim yang inklusif untuk
semua orang dengan mempertimbangkan keterlibatan gender, intergenerasi,
penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Ketiga, mendukung
kesehatan mental peserta didik dan tenaga kependidikan dalam mengatasi
kecemasan iklim dengan menyediakan fasilitas. Keempat, melatih guru dan
menyediakan materi dan praktik belajar pendidikan iklim. Kelima, membantu
mewujudkan dan mendukung aksi penurunan emisi karbon di lingkungan
penyelenggaraan pendidikan paling lambat tahun 2030.
Mayunih,
seorang guru di SDIT Yasir yang terletak di Cipondoh, Tangerang, menekankan
pentingnya pendidikan berbasis lingkungan bagi anak. Menurutnya, saat ini pendidikan
dapat menjadi solusi atas ancaman nyata perubahan iklim. “Permasalahan ini
merupakan tanggung jawab kita semua, dan kita dapat mulai mengatasinya dengan
memberi pemahaman kepada anak-anak bagaimana urgensi, dampak, dan solusi atas
krisis lingkungan ini,” ujarnya ketika diwawancarai pada (08/02/2022)
Dilansir
dari siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala Bidang
Pengembangan Generasi Lingkungan, Puslatmas dan PGL, BP2SDM, KLHK, Asri
Tresnawati juga menyampaikan bahwa pendidikan lingkungan hidup merupakan salah
satu strategi menuju perubahan perilaku masyarakat peduli lingkungan. Untuk
memperbaiki lingkungan, perlu perubahan perilaku ramah lingkungan dan peran
aktif baik dalam pendidikan formal maupun non-formal.
Namun, yang perlu diperhatikan kembali adalah bagaimana pengajaran tersebut bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya sekedar dipahami. Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, “Saya juga melihat kita ini dididik hanya untuk menghafal, kita tidak mengetahui persis bedanya menghafal dengan memahami, padahal orang yang hafal belum tentu bisa memahami. Saya berharap ini adalah awal dari suatu seri pencerahan di bidang pendidikan yang tentunya menyangkut berbagai kelompok masyarakat dan kelompok usia, sehingga dapat menemukan jenis dan metode pendidikan yang tepat dalam menghadapi gejala perubahan iklim ini secara konseptual, strategik dan efektif.”
Sumber:
Russo S,.Dosio A,
dkk. 2014. Magnitude
of extreme heat waves in present climate and their projection in a warming
world. Journal of Geophysical Reasearch AtmospheresI,
119 (22), 500-512. https://doi.org/10.1002/2014JD022098
Siaran Pers Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SP.85/HUMAS/PP/HMS.3/03/2021 http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/5871/internalisasi-perubahan-iklim-dalam-kurikulum-pendidikan
Komentar
Posting Komentar