Bromo dan Perjalanan Tak Terlupakan

 

 

                                

            Pada akhir Januari 2020, saya dan keluarga berkunjung ke gunung Bromo yang terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebelumnya, ayah saya memang sudah merencanakan untuk pergi berwisata pada awal tahun 2020. Pada awal Januari 2020, ia menyuruh saya mengecek harga tiket kereta di aplikasi Traveloka, setelah itu saya pun memberi tahu bahwa harga tiket kereta ke Malang saat itu sedang murah, sekitar Rp100.000,00. Ia pun bergegas menyuruh saya untuk memesan tiket pulang-pergi untuk empat orang, yaitu untuk saya, ayah, ibu, dan adik saya. Bagi saya, liburan kali ini terasa sangat berbeda  karena ayah saya biasanya tidak suka berpergian jauh, apalagi dalam jarak tempuh yang cukup lama. Biasanya pada libur panjang saya hanya pergi ke tempat wisata di sekitar jabodetabek dan provinsi Banten. Namun, berbeda dengan liburan kali ini, saya pergi ke Malang menggunakan kereta dengan waktu tempuh kurang lebih 16 jam.

            Saya memesan kereta dengan rute stasiun Senen - stasiun Malang. Saya berangkat ke stasiun Senen dengan menggunakan ojek online. Ada sedikit insiden yang saya alami saat hendak menuju stasiun Senen, ketika sudah seperempat perjalanan, saya baru menyadari bahwa dompet saya tertinggal, otomatis kami, saya dan keluarga kembali lagi ke rumah. Untungnya kami tidak diburu-buru oleh waktu, keberangkatan kereta kami saat itu masih beberapa jam lagi dan jalanan yang kami lewati cukup lengang. Setelah sampai di stasiun Senen, saya langsung mencetak tiket dan melakukan proses adminitrasi. Setelah 1 jam menunggu, akhirnya kereta saya datang. Di dalam kereta, saya sangat menikmati pemandangan melalui jendela, terdapat sawah-sawah yang terbentang luas dan sangat hijau. Dari dalam kereta saya juga dapat mengamati kota-kota yang saya lewati, seperti kota Cirebon, Semarang, Blitar, dan beberapa kota lainnya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 18 jam, akhirnya saya sampai di stasiun Malang pada pukul 03.00 dini hari. Kereta saya memang mengalami keterlambatan karena beberapa masalah teknis yang terjadi.

            Di stasiun Malang, sudah ada seseorang yang menunggu saya dan keluarga untuk mengantarkan kami ke penginapan, namanya Mas Fatur. Mas Fatur menjadi tour guide kami selama di Malang. Setelah sampai di stasiun Malang, saya dan keluarga bergegas pergi menuju penginapan menggunakan mobil Mas Fatur. Mas Fatur mengatakan jarak dari stasiun Malang ke penginapan cukup jauh, memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Di tengah perjalanan, adzan subuh berkumandang. Kami pun memutuskan untuk berhenti di pom bensin terdekat untuk menunaikan salat subuh. Setelah itu, ternyata ada perubahan rencana, karena waktu yang kami miliki untuk berwisata di kota Malang terbatas, Mas Fatur menyarankan kami untuk langsung menuju Bromo. Kami pun membersihkan diri (mandi) di toilet pom bensin karena diburu waktu. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Tumpang sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju Bromo menggunakan mobil Jip.

             Mas Fatur hanya mengantarkan kami sampai ke daerah Tumpang. Setelah itu, kami diantarkan oleh teman Mas Fatur yang bernama Mas Gilang menuju Bromo menggunakan mobil jip. Dalam perjalanan menuju Bromo kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah, terdapat pegunungan dan pepohonan yang rindang. Pemandangan yang ada sungguh menyejukkan mata, sangat berbeda dengan pemandangan sehari-hari di kota, yaitu gedung-gedung tinggi dan kemacetan lalu lintas.  Dalam perjalanan saya juga beberapa kali melihat suku tengger yang ingin menjalani aktivitasnya, ritual dan bertani. Mendekati Bromo, jalan yang kami lalui cukup terjal dan berkelok-kelok. Jalan yang kami lalui hanya satu jalur, sisi kiri dan kanan jalanan adalah jurang. Mas Gilang mengatakan pengemudi jip menuju Bromo memang harus pengemudi yang sudah berpengalaman dan tahu lekuk jalan. Ia mengatakan, dahulu ia sempat hampir kecelakaan saat mengemudi ke Bromo. Jipnya tersangkut batu dan mobilnya selip, hampir saja mobilnya masuk ke jurang, Saat itu ia mengemudi di malam hari, tidak adanya penerangan dan kurang berhati-hati menyebabkan kecelakaan itu hampir terjadi. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 ½ jam, kami tiba di gunung Bromo.

            Pemandangan di gunung Bromo sangat indah dan menakjubkan. Terdapat bukit-bukit yang menjulang dan padang savana yang luas sejauh mata memandang. Udara di gunung Bromo juga sangat sejuk. Pemberhentian pertama kami yaitu di bukit teletubies. Wisatawan yang saat itu berkunjung tidak terlalu ramai. Selain wisatawan, di bukit teletubies terdapat juga penjual yang menjajakan bunga edelweis dan warga yang menyewakan kuda untuk berfoto.  Ayah saya pun menyewa salah satu kuda untuk berfoto bersama kami. Ibu saya meminta kuda berwarna putih merah muda yang sangat cantik. Kami pun berfoto-foto mengabadikan keindahan bukit teletubies.

 

 Potret Ibu bersama kuda yang disewanya

Saat sedang berfoto saya melihat sesuatu yang mencolok dari kejauhan, terdapat beberapa orang yang mengenakan kostum teletubies saat itu. Ternyata orang-orang yang mengenakan kostum teletubies 
menawarkan jasa bagi wisatawan yang ingin berfoto bersama. 

Badut Teletubies yang menyewakan jasa foto

Setelah cukup puas menikmati pemandangan di bukit teletubies, kami melajutkan perjalanan menuju pasir berbisik menggunakan mobil jip. Pemandangan di pasir berbisik tidak kalah menakjubkan, terdapat lautan pasir sejauh kaki menginjak. Di pasir berbisik, tampak gunung Bromo yang gagah dan sangat indah. Wisatawan di pasir berbisik lebih sedikit dibanding wisatawan di bukit teletetubies. Kami pun mengabadikan keindahan di pasir berbisik dengan berfoto bersama beberapa kali. 


Potret Ayah dan Adik di Pasir Berbisik

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju kawah gunung Bromo. Untuk mencapai kawah gunung Bromo, kami harus jalan kaki atau naik kuda. Mobil jip hanya boleh mengantarkan sampai batas pagar yang telah ditentukan. Saat turun dari mobil, beberapa warga sudah menawarkan jasa kuda untuk mengantarkan hingga ke atas kawah. Namun, saya dan keluarga lebih memilih berjalan kaki. Saat sudah menempuh sepertiga perjalanan menuju kawah, saya dan adik saya kelelahan, kami memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan. Akhirnya ayah saya menyewa dua kuda untuk mengantarkan kami sampai ke atas kawah. Perjalanan menuju kawah juga sangat indah, saya melihat beberapa lukisan wajah yang terbentuk di bebatuan. Untuk sampai ke atas kawah, kami harus meniki tangga yang cukup tinggi. Kuda hanya mampu mengantarkan kami hinnga ke batas awal anak tangga. Karena sudah sangat lelah, saya dan adik saya memilih menunggu di bawah, hanya ibu dan ayah saya yang melanjutkan perjalanan ke atas kawah. 


Menuju kawah gunung Bromo

Di kawah gunung Bromo, wisatawan yang ada lebih banyak dibandingkan saat di pasir berbisik dan di bukit teletubies. Di sana juga terdapat beberapa warga yang menjual bunga edelweiss. Mereka menggelar alas dan kemudian menjajakan bunga edelweiss yang mereka jual. Setelah cukup puas menikmati dan mengabadikan pemandangan di kawah gunung Bromo, kami kembali ke mobil jip. Setelah itu saya dan keluarga kembali ke penginapan dan melanjutkan perjalanan di beberapa destinasi lainnya di kota Malang. 



 Penjual Edelweis di Bromo

Perjalanan menuju Bromo memberikan kesan yang sangat menyenangkan bagi saya. Menikmati pemandangan di Bromo dan di perjalanan menuju Bromo menyadarkan saya bahwa alam Indonesia sangatlah indah. Dari perjalanan kali ini saya belajar bahwa sesekali kita memang harus mengambil jeda dari perkejaan/ rutinitas yang membuat kita lelah. Untuk kembali menyegarkan jiwa, pikiran, dan hati kita. Di masa pandemi seperti ini, hal yang hanya bisa saya lakukan untuk bisa “berjalan-jalan” adalah dengan menulis kembali perjalanan yang sudah saya lakukan.

 

 

Komentar

Postingan Populer